Aku si Bocah Candu

Gambar dari Google dengan sedikit repro.

 

Akulah sejenis candu.

Aku takkan meminta maaf

dengan ini semua.

Membuangku

adalah kesengsaraan.

Membunuhku

hanyalah ketidakmungkinan.

Menyerupaiku

adalah kepalsuan

yang dipertontonkan

pada keramaian.

Melukaiku adalah

pembunuhan

atas dirimu sendiri.

Dan segala angin

yang menghamburkan benih-benihku

ke segala arah;

merekalah mantra ciptaanku sendiri.

Egoku memang begini.

Sejak dulu

memang begini.

Maka

memaksaku

adalah perpecahan.

Kepingan-kepingan mantraku

kian memusingkanmu;

membawamu

pada kejemuan

yang terus-menerus

berlari.

Jika kamu

tahu jalan

menuju ladangku,

pulanglah.

Ketok pintuku lagi

tak apa.

Sebelum rumah aku pindah:

menemui bunga liar

—yang membangunkanku taman.

Seberang Nusakambangan, November 2018

 

[Taufik Nurhidayat. Kucingserigala yang tak suka pajak tapi suka sajak.]

 

Tukang Potong Rambut

Lukisan bertajuk “In the Barber Shop” karya Ilya Bolotowsky; pelukis Rusia-Amerika, pada 1934.

 

Sendiri dalam ruangan

Masih di bangku yang sama,

pantat ini berpijak

 

Lampu dan kipas angin mulai dinyalakan

Secangkir kopi hitam dan asap penyemangat

tergeletak di atas meja

 

Kursi-kursi yang dihadapkan

cermin masih rapi

Tak ada rambut yang berjatuhan

di atas lantai

 

Puluhan lembar buku

telah habis aku makan

Tapi masih tetap sama;

ruangan masih saja rapi,

belum berantakan

 

Kerapkali

orang berlalulalang

hanya lewat

di hadapan mata

 

Satupun enggan mampir

untuk memangkas rambut

Hingga satu persatu

kretek mulai habis

 

Dan kopi dalam cangkir

:hanya tersisa ampas

 

[Nevin Hanjuna. Seniman apa saja. Suka merawat kesehatan alam.]

 

Baca Buku Jangan Keliru!

Baca buku biar kita semakin waras dan tak perlu merasa paling kenyang pengetahuan. Ironisnya, masih banyak kaum pembaca yang lalai dan merasa paling pandai. Maka terjadilah debat-debat yang tak perlu; seperti memperdebatkan ideologi mana yang paling membanggakan dari pengalaman mereka membaca.

Akhirnya, aktivitas membaca yang semestinya mencerahkan nalar dan nurani justru menciptakan bigot-bigot baru bagi para pembaca yang keliru.

Memang sih memang, di era semaraknya rimba Alasmoyo sekarang ini, banyak orang membaca demi mengejar trendi, pun banyak orang mengenakan ideologi untuk memanjatkan identitas pribadi.

Warasnya, kita musti tetap saling membaca. Dan, berdebat ideologi dirasa tak perlu bila demi saling panjat-injak identitas diri. Kamu hanya boleh berdebat menghalau tiran!

UNDUH: Zine FNB Cilacap

 

Kru Food Not Bombs (FNB) Cilacap membagikan lembaran zine sebagai kabar baik kepada masyarakat Kota Cilacap maupun daerah lainnya tentang nalar konsumsi pangan kita hari ini.

Sudah pasti, lembaran ini tak sempurna sebab dibikin dalam sekian menit saja memakai metode mencoretkan langsung isi dalam otak yang teramat dialektis bin dinamis.

Harapan kami, ini menjadi kabar baik bagi para pembaca yang baik pula dalam naungan rimba raya persembunyian kabar-kabar baik.

Isi lembaran ini sangat boleh saja dipakai-guna dan dimodifikasi demi kepentingan gerakan literasi, FNB, atau sejenisnya.

Salam kunyah!

[KLIK SINI DONK!]