*)Karya Taufik Nurhidayat. Manusia yang ada-ada saja(k).
–
Ibarat debu
Nasib kami disapu
dari pinggiran
bangunanmu
Bangunan yang tegang
menghadap angan
ketika listrik disajikan
dengan bumbu-bumbu
niat baik kesejahteraan
masyarakat Jawa
Ibarat debu
Nasib kami disapu
dari cerita
kejayaanmu
Kejayaan yang memaksa
hidungku sesak, paru-paruku rusak,
dan orang-orang kami
tiada melaut
menekuni limbahnya
Ibarat debu
Nasib kami bukan catatanmu
Bukan catatan keuntungan
karena kerugian musti disingkirkan
seperti kehendak kami
pada kampung kami
Ibarat debu
Orang-orangku
adalah sisa-sisa
di hadapan cerobong asap
Orang-orangku
adalah sisa-sisa
sebab desa tak laku
pada kota
Orang-orang kami
adalah sisa-sisa
tanpa pertemuan-pertemuan,
tanpa perjamuan-perjamuan
pada hotel, pada gedung
di mana nota, naskah pembangunan
menjadi absah
Menjadi kuasa
atas kehidupan kami,
atas lingkungan kami,
atas limbah-limbah
yang menunda
pencaharian nelayan
Kilang-kilang menjulang
terlalu lama
Kilang-kilang bersambar api
itu pertanda
ada upaya;
hidupmu diupayakan!
Malam merah pada langit kota
Hari berdebu pada jalanannya
itu pertanda
ada upaya;
hidupmu diupayakan!
Kilang-kilang, malam merah,
debu jalanan itu pertanda;
kita musti berupaya!
Dan ibaratnya debu
Nasib kami disapu
dari rumah-rumah ibadah
yang menengadah
menadah
suapan angkara
Juga ibaratnya debu
Nasib kami dibersihkan
dari naskah-naskah
tapi kami datang lagi
menempeli aksara-aksara
sebelum semua bermuara
menjadi angka
Debu adalah
keniscayaan dari upaya
Debu adalah kenyataan
aksara pembangunan
Tapi debu menamparmu,
menakutimu
menuju pekuburanmu
akan nasib baik nan bahagia
Debu menakutimu
akan rakyat yang durhaka
Menakutimu
akan kuasa yang kualat
Debu bisa satu
menggelombang
menyapu menyerbu
pada bangunan-bangunan
yang diam;
di baliknya menyimpan
nota-nota suguhan
angkara
Debu menerjang matamu
Mengajar pilu
Mewarna kusam
di suara-suara pemilu
Debu menyesaki
tenggorokanmu
Mencampuri suaramu
Mencampuri urusanmu;
hingga bertanya:
apa urusannya PLTU
pada bupatiku?!
Debu memaksamu
menatap
truk-truk kemas
yang liar menjalang
menerjang kebingungan
warga kota
pada apa yang diyakininya:
industri atau mati
Debu melihatkanmu
Segala urusanmu
disapu dari
deru roda-roda
jika kamu
tak mau lari dengannya
pada sirkuit
arena industri
Tapi debu sekali lagi
menamparmu,
menyesakimu,
mencampuri
pada urusanmu
untuk bertanya:
kenapa usai disapu
malah datang lagi?
Ya, debu-debu
Mereka bersamamu
Melekat pekat
pada dirimu,
pada pikirmu,
pada urusanmu
dan kita sering
beriring
layaknya debu
Kadang satu
Kadang menggelombang
Menyeruak
Menyambar
Berpencar pada
dinding-dinding tanya
Dilanda kebingungan
Debu itu gurumu
Teman ajarmu
Bagaimana dilindas
masih beringas
Bagaimana tak disangka
menohok mata
Ya, menohok mata;
tohoklah mata penguasa!
Dan akhirnya
memang debu
Nasib kami disapu
Kita disingkirkan
dari picingan kuasa
dan tidak lupa:
kami menohok mata!
Seberang Nusakambangan, 2 Sapar 1441