Gangguan Kecemasan Sosial (Fobia Sosial): Pengantar dan Cara Mengatasinya

 

Ilustrasi dari Metro.co.uk.

*)Diambilalihkan dari PsychologyToday.com.

Gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder)—yang sebelumnya disebut sebagai “fobia sosial”—adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan kecemasan luar biasa dan kesadaran diri yang berlebihan dalam situasi sosial sehari-hari. Orang-orang dengan gangguan kecemasan sosial memiliki ketakutan yang terus-menerus, intens, dan kronis karena merasa diawasi dan dihakimi oleh orang lain dan menjadi malu atau terhina oleh tindakan mereka sendiri.

Ketakutan mereka mungkin sangat parah sehingga mengganggu pekerjaan, sekolah, atau kegiatan lainnya. Sementara banyak orang dengan gangguan kecemasan sosial mengakui bahwa ketakutan mereka berada di dekat orang lain mungkin berlebihan atau tidak masuk akal; mereka pun tidak dapat mengatasinya. Mereka sering khawatir selama berhari-hari atau berminggu-minggu sebelum situasi yang menakutkan. Selain itu, mereka sering mengalami depresi dan  rendah diri.

Gangguan kecemasan sosial dapat dibatasi hanya pada satu jenis situasi—seperti ketakutan berbicara di depan umum—atau seseorang dapat mengalami gejalanya kapanpun saat mereka berada di sekitar orang lain. Jika tidak diobati, fobia sosial dapat memiliki konsekuensi yang parah. Misalnya, ini dapat mencegah orang pergi bekerja atau sekolah atau mencegah mereka berteman.

Gejala-gejala (simptom) fisik yang sering menyertai tekanan intens dari gangguan kecemasan sosial ialah wajah memerah, berkeringat, gemetar, mual, dan kesulitan berbicara. Gejala-gejala yang terlihat ini meningkatkan rasa takut akan ketidaksetujuan; sehingga mereka sendiri dapat menjadi fokus tambahan dari rasa takut tersebut dan menciptakan lingkaran setan: ketika orang-orang dengan gangguan kecemasan sosial khawatir mengalami gejala-gejala ini, maka semakin besar peluang mereka untuk mengembangkannya.

Gangguan kecemasan sosial sering terjadi dalam keluarga dan dapat disertai dengan depresi atau gangguan kecemasan lainnya; seperti gangguan panik atau gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa orang dengan gangguan kecemasan sosial mengobati sendiri dengan alkohol atau obat lainnya yang dapat menyebabkan kecanduan.

Diperkirakan, sekitar 7 persen dari populasi Amerika Serikat memiliki gangguan kecemasan sosial dalam periode 12 bulan tertentu. Gangguan kecemasan sosial terjadi sekitar dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria—meskipun proporsi pria lebih tinggi mencari bantuan untuk kondisi tersebut. Gangguan ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak atau remaja awal dan jarang berkembang setelah usia 25 tahun.

 

Gejala-gejalanya

Diagnosis gangguan kecemasan sosial hanya dilakukan jika penghindaran, ketakutan, atau antisipasi kecemasan terhadap situasi sosial atau kinerja ini mengganggu rutinitas sehari-hari, fungsi pekerjaan, dan kehidupan sosial atau jika ada kesusahan yang ditandai sebagai akibat dari kecemasan tersebut. Buku “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder” (DSM) versi ke-5; yang disusun oleh American Psychiatric Association dan diterbitkan pada 18 Mei 2013, memberikan kriteria berikut untuk mendiagnosis gangguan kecemasan sosial:

    • Individu takut satu atau lebih situasi sosial atau kinerja dimana ia terkena kemungkinan pengawasan oleh orang lain. Contohnya, bertemu orang yang tidak dikenal, diamati saat makan atau minum, berpidato, atau melakukan pertunjukan.
    • Individu takut berperilaku dengan cara yang menyebabkan rasa malu atau dievaluasi secara negatif.
    • Paparan situasi sosial hampir selalu menyebabkan kecemasan yang intens.
    • Situasi yang ditakutinya akan dihindari atau ditanggung dengan kecemasan dan kesusahan.
    • Ketakutan atau kecemasan itu tidak sebanding dengan ancaman aktual yang ditimbulkan oleh situasi sosial.
    • Ketakutan atau kecemasan itu menetap dan biasanya berlangsung selama enam bulan atau lebih.
    • Penghindaran, antisipasi kecemasan, atau kesulitan yang mengganggu secara signifikan terhadap fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan seseorang.

Gejala-gejala fisik gangguan kecemasan sosial meliputi:

    • Wajah memerah, berkeringat, gemetar, mengalami detak jantung yang cepat, atau merasakan “pikiran menjadi kosong”.
    • Mual atau sakit perut.
    • Menampilkan postur tubuh yang kaku, kontak mata yang buruk, atau berbicara terlalu pelan.
    • Selain itu, diagnosis dapat menentukan apakah kecemasan atau ketakutan hanya ada ketika orang tersebut berbicara atau tampil di depan umum.

 

 

Penyebabnya

Sementara penelitian untuk lebih memahami penyebab gangguan kecemasan sosial sedang berlangsung, beberapa penyelidikan dilakukan dengan melibatkan struktur kecil di otak yang disebut “amigdala”. Amigdala diyakini sebagai situs sentral di otak yang mengendalikan respons rasa takut.

Gangguan kecemasan sosial bisa diwariskan. Faktanya, kerabat lingkar pertama memiliki kesempatan dua hingga enam kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan kecemasan sosial. Penelitian yang didukung oleh National Institute of Mental Health (NIMH) juga telah mengidentifikasi situs gen pada tikus yang mempengaruhi rasa takut yang dipelajari. Para ilmuwan sedang mengeksplorasi gagasan bahwa sensitivitas yang meningkat terhadap ketidaksetujuan mungkin berbasis fisiologis atau hormonal. Peneliti lain sedang menyelidiki pengaruh lingkungan pada perkembangan fobia sosial. Penganiayaan anak dan kesulitan adalah faktor risiko untuk gangguan kecemasan sosial.

 

Penanganannya

Sebagian besar gangguan kecemasan dapat diobati dengan sukses oleh para profesional perawatan kesehatan mental yang terlatih. Gangguan kecemasan sosial sering dirawat secara efektif dengan dua bentuk perawatan: psikoterapi dan obat-obatan.

 

1.) Terapi

Cognitive-behavioral therapy (CBT) atau terapi perilaku-kognitif adalah bentuk psikoterapi yang sangat efektif dalam mengobati kecemasan sosial yang parah. Tujuan utama CBT dan terapi perilaku adalah untuk mengurangi kecemasan dengan menghilangkan kepercayaan atau perilaku yang mempertahankan gangguan kecemasan. Misalnya, menghindari obyek atau situasi yang ditakuti bisa mencegah seseorang untuk mengetahui bahwa hal tersebut tidak berbahaya.

Unsur kunci CBT untuk kecemasan adalah paparan; dimana orang menghadapi hal-hal yang mereka takuti. Proses paparan pada umumnya melibatkan tiga tahap. Pertama, seseorang diperkenalkan dengan situasi yang ditakuti. Langkah kedua adalah meningkatkan risiko ketidaksetujuan dalam situasi itu sehingga seseorang dapat membangun kepercayaan bahwa ia dapat menangani penolakan atau kritik. Langkah ketiga dengan mengajarkan teknik seseorang untuk mengatasi ketidaksetujuan. Pada tahap ini, orang diminta untuk membayangkan ketakutan terburuk mereka dan didorong untuk mengembangkan respon konstruktifnya terhadap ketakutan ini dan persepsi ketidaksetujuan yang dirasakannya.

Tahap-tahap ini sering disertai dengan pelatihan manajemen kegelisahan—misalnya, mengajarkan teknik pernapasan dalam untuk mengendalikan kecemasan mereka. Jika ini dilakukan dengan hati-hati dan dukungan dari terapis, ada kemungkinan untuk meredakan kecemasan yang terkait dengan situasi yang ditakuti. Jika Anda menjalani CBT atau terapi perilaku, paparan akan dilakukan hanya ketika Anda siap; yang akan dilakukan secara bertahap dan hanya dengan izin Anda. Anda akan bekerja dengan terapis untuk menentukan berapa banyak yang dapat Anda tangani dan dengan kecepatan seperti apa Anda dapat melanjutkannya.

CBT dan terapi perilaku tidak memiliki efek samping yang merugikan selain ketidaknyamanan sementara dari peningkatan kecemasan. Tetapi, terapis harus terlatih dengan baik dalam teknik perawatan agar dapat bekerja sesuai yang diinginkan. Selama perawatan, terapis kemungkinan akan memberikan pekerjaan rumah—masalah khusus yang perlu ditangani pasien di antara sesi. CBT atau terapi perilaku umumnya berlangsung sekitar 12 minggu. Ini dapat dilakukan dalam suatu kelompok asalkan orang-orang dalam kelompok tersebut memiliki masalah yang cukup serupa. Terapi suportif seperti berkelompok, berpasangan, atau terapi keluarga dapat membantu untuk mendidik orang lain yang terpengaruh dengan gangguan tersebut. Kadang-kadang, orang dengan kecemasan sosial juga mendapat manfaat dari pelatihan keterampilan sosial.

2.) Medikasi/Obat-obatan

Obat yang tepat dan efektif juga dapat berperan dalam pengobatan—bersamaan dengan psikoterapi. Obat-obatan antidepresan seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan monoamine oxiidase inhibitors (MAOIs), serta obat-obatan benzodiazepin (zat berefek sedatif/menenangkan) yang berpotensi tinggi. Beberapa orang dengan bentuk kecemasan sosial yang muncul hanya ketika mereka harus tampil di depan orang lain telah dibantu oleh beta-blocker; sejenis obat yang menurunkan denyut jantung dan mengurangi gejala fisik kecemasan.

Penting untuk dipahami bahwa perawatan gangguan kecemasan sosial tidak bekerja secara instan dan tidak ada satu rencana yang bekerja dengan baik untuk semua pasien. Perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Seorang terapis dan pasien harus bekerjasama untuk menentukan rencana perawatan mana yang paling efektif dan menilai apakah rencana perawatan tampaknya sesuai. Penyesuaian pada rencana kadang-kadang diperlukan karena pasien merespon secara berbeda-beda terhadap pengobatan.

 

Referensi Lanjut:

    • Psychologytoday.com
    • American Psychiatric Association (APA) atau psychiatry.org
    • National Institute of Mental Health (NIMH) atau nimh.nih.gov
    • Buku-buku modul DSM dari APA
    • Calmclinic.com

[Penerjemah: Taufik Nurhidayat. Mencoba peduli dan sekadar berbagi perihal kesehatan mental bagi kelangsungan berskena.]

 

 


Selamat Hari Sehat Mental Sedunia yang Ke-27 pada 2019!

Hari Kesehatan Mental Sedunia diselenggarakan tiap 10 Oktober. Tak cuma diperingati, solidaritas sehat mental perlu kita upayakan bersama dengan kepekaan nurani dan daya intelektual mumpuni supaya bisa menjalani roda gerak hidup yang lebih baik bagi antarsesama.

Artikel ini dialihbahasakan dari PsychologyToday.com sebagai upaya solidaritas literer bagi para pegiat sehat jiwa dan penyintas gangguan mental. Mari membaca, mari bersaudara!