Strategi Kesehatan Mental Paska Kebakaran di Sonoma

Foto karya Michael Macor dari sfgate.com dan telah melalui repro.

*)Ditulis oleh Matt Simon. Jurnalis Wired.com untuk desk sains, biologi, robotik, dan lingkungan.

Sharon Bard tengah berwisata ke Latvia pada Oktober 2017. Jam 4 pagi, ia terbangun oleh nada pemberitahuan yang berdengung dari ponselnya. Email masuk dari seorang teman yang telah memeriksa rumahnya di Santa Rosa, California. Ungkapan dalam email tertulis agak halus—mengingat sedang mengabarkan suatu berita yang mengkhawatirkan: kebakaran terjadi, para pejabat menganjurkan evakuasi, dan rumah ala pedesaan milik Bard di ujung jalan mungkin akan terkena imbasnya.

Kemudian datanglah pertanyaan bertubi-tubi. Sekitar enam atau tujuh email dari orang lain dikirimkan kepadanya disertai pertanyaan yang lebih mendesak seperti “Ya Tuhan, apakah kamu baik-baik saja?”. Sehingga Bard pun memeriksa CNN dan tentu saja: ada berita kebakaran.

Ini tak hanya menjadi berita lokal. Apa yang belum diketahui Bard maupun orang lain pada saat itu adalah hal tersebut akan menjadi kebakaran besar yang paling merusak dalam sejarah California; yang disebut sebagai “Tubbs Fire”. Bencana tersebut sedang dalam perjalanannya untuk menghancurkan lebih dari 5500 bangunan, menewaskan 22 orang, dan menyebabkan kerusakan seharga 1,2 milyar dollar.

Selama tiga hari setelah email pertama mengagetkannya, Bard bertukar pesan dengan teman-temannya dalam keadaan panik. Orang-orang mengecek kabarnya dan ia mengecek kabar orang lain. Lewat pencarian online, ia menemukan tiap sisi gambar propertinya dari foto udara—saat sebelum dan sesudah kebakaran. “Aku sadar itu sudah berlalu dan semuanya hilang,” kata Bard sambil membungkuk di atas teh pada sebuah kafe kelas atas di Healdsburg—yang terletak di sisi utara Santa Rosa. Dia berusia 73 tahun dengan rambut abu-abu yang cocok dengan hoodie abu-abunya yang melingkupi kemeja hawaii berpastel halus. “Saya melihat properti saya. Ada bangunan utama, kolam renang, dan  rumah kolamnya. Itu menjadi abu. Kolam pun menjadi abu,” ujarnya.

Namun Bard tidak menghentikan turnya dan memakai penerbangan pertamanya untuk kembali. Santa Rosa sedang berada dalam karantina dengan kualitas udara yang mengerikan. “Saya pikir, psikis saya terpecah menjadi dua bagian,” katanya. “Sebagian diri saya mencoba untuk tetap tinggal di sana  karena saya sedang berada dalam tur dan sebagian lainnya mengalami semacam kepanikan. Saya harus berurusan dengan hal tersebut tapi saya tak tahu harus berbuat apa. Saya belum mau menghadapinya.”

Perasaan yang dialami Bard biasa terjadi pada orang yang hidupnya mengalami malapetaka—bahkan dari kejauhan. Memang, beberapa hal bisa mengguncang jiwa; layaknya bencana. Akan tetapi, sains baru mulai memahami bagaimana kesehatan mental bisa jadi menderita setelah terjadi badai, kebakaran, atau gempa bumi.

 

Sharon Bard. Foto ini karya Beth Holzer dari Wired.com.

 

Survei menyatakan bahwa; setelah badai Katrina menghantam Pantai Teluk pada tahun 2005, satu dari enam orang yang selamat memenuhi kriteria PTSD (post-traumatic stress disorder); sementara setengahnya terkena anxiety (gangguan kecemasan-red) atau gangguan mood. Kasus bunuh diri dan pemikiran untuk bunuh diri berlipatganda setelah badai. Tetapi, ada kelangkaan penelitian yang kaya data dan berskala besar mengenai cara terbaik untuk merancang kampanye dalam mengobati populasi yang menghadapi bencana.

Hingga akhirnya, terjadilah Tubbs Fire dan kebakaran hebat lainnya pada tahun 2017. Healthcare Foundation Northen Sonoma County—dimana Santa Rosa berada—mempelopori proyek ambisius yang bernama “Wildfire Mental Health Collaborative”. Itu adalah proyek kerjasama antara National Association for Mental Illness, psikolog, peneliti, organisasi masyarakat, dan banyak lagi. Semuanya bekerja bukan hanya untuk memberikan layanan kesehatan mental kepada para penyintas; tetapi untuk mempelajari jenis perawatan apa yang berhasil dan tidak berpengaruh terhadap jenis traumanya.  Idenya adalah mengambil apa yang telah mereka pelajari dan menggunakannya untuk kalangan lain yang hidupnya porak-poranda akibat bencana, kebakaran hutan, atau kemalangan lainnya.

Sudah saatnya untuk tidak menjadi lebih kritis. Perubahan iklim bisa mengintensifkan bencana alam seperti badai; karena badai menyerap air hangat. Apakah Tubbs Fire disebabkan ulah manusia? Peralatan dari utilitas lokal seperti PG&E—perusahaan gas & elektrik di Pasifik—mungkin menjadi penyebabnya. Lantas, perubahan iklim memperburuk kekeringan di California; yang pada gilirannya memperbanyak sumbu untuk kebakaran hutan. Yang berarti, akan lebih banyak kematian, lebih banyak kerusakan properti, dan terjadinya serangan supercharged pada kesehatan mental. Perubahan iklim akan terjadi pada kita semua, namun apa yang dipelajari para penyelidik tersebut setelah Tubbs Fire dapat mengubah cara manusia beradaptasi.

Mungkin, tidak mengherankan jika tak ada yang benar-benar membicarakan dampak kesehatan mental dari perubahan iklim—kita memang mengalami kesulitan berbicara tentang kesehatan mental dalam keadaan apapun. Tetapi implikasi kesehatan mental sangatlah besar dan hal tersebut sudah ada di sini. Di Kanada utara, contohnya, mencairnya es laut akan menyulitkan pemburu Inuit untuk menjelajah. Untuk orang-orang yang mempunyai ikatan kuat dengan tanahnya, hal itu merupakan kesedihan ekologis; suatu kehancuran psikologis yang datangnya bersamaan dengan gangguan dari dunia alami.

Hal tersebut menjadi semacam serangan kronis jangka panjang. Sedangkan, bencana melanda dengan cepat dan seringkali membawa dampak psikologis secara tiba-tiba. Kebakaran hutan terasa sangat dahsyat dengan adanya badai. “Anda tahu badai akan datang. Ada persiapan yang dapat Anda lakukan dan Anda memiliki kesempatan untuk mengungsi,” kata Adrienne Heinz, peneliti psikologi yang bekerja pada Wildfire Mental Health Collaborative. “Kebakaran hutan dapat berubah begitu cepat dengan adanya angin,” ujarnya. Itu tak hanya membuat api liar menjadi sangat berbahaya. Tapi juga, para pengungsi harus meninggalkan harta kesayangannya.

Paska kebakaran, persoalan kesehatan mental tak menjadi prioritas tinggi dalam daftar siapapun. Tujuan langsung yang disasar cenderung berurusan dengan efek fisik—semisal benda terbakar atau perkara menghirup asap—dan mencari perlindungan kepada teman atau keluarga. Dampak psikologis mungkin tidak pernah ditangani. “Ada biaya, geografi, dan prioritas yang bersaing pada saat itu,” kata Heinz. “Ada penjadwalan, ada stigma, beserta sejuta alasan mengapa orang tidak mau melakukannya.”

Juga, saat korban menetap bersama teman atau keluarganya atau dalam pengungsian yang disediakan FEMA (agen penanganan bencana di bawah  Department of Homeland Security, Amerika Serikat-red), tempat yang sempit dapat menyebabkan beban psikologis. “Itulah kualitas utama dari perubahan hidup yang akan berkaitan dengan depresi, kecemasan, lekas marah, serta pola hubungan yang tegang,” ujar Heinz.

Bahkan ketika orang yang selamat memperhatikan masalah kesehatan mental, itu mungkin dilakukan untuk orang yang dicintainya, bukan untuk dirinya sendiri. “Sangat penting bagi Anda untuk menjaga diri sendiri,” kata Debbie Mason, CEO Healthcare Foundation Northern Sonoma County. “Setidaknya seperti metafora: pakailah masker oksigenmu sendiri sebelum kamu merawat orang lain,” lanjutnya.

Penyelidikan dari Mason justru membuat bantuan itu mudah ditemukan. Healthcare Foundation Northern Sonoma County telah meluncurkan MySonomaStrong.com, situs web dwibahasa yang menyediakan sumber daya untuk perawatan diri dan untuk menemukan terapi profesional gratis. Sebuah aplikasi baru bernama Sonoma Rises juga membantu menghubungkan para penyintas dengan layanannya dan memungkinkan mereka melacak kesejahteraan mental mereka.

Kampanye ini tidak hanya mencoba ide-ide acak dengan harapan mereka akan berhasil. “Kami belajar di New Orleans bahwa strategi yang bekerja sangat baik adalah adanya makan malam komunitas, dimana seorang profesional kesehatan mental akan masuk dan memfasilitasi percakapan terapi kelompok,” kata Mason. “Jadi, kami menambahkan itu ke menu kami.” Mereka juga melatih 300 profesional kesehatan mental dalam keterampilan untuk pemulihan psikologis yang mencakup strategi seperti manajemen pemicu.

Seusai serangan 9/11, agen-agen pelayanan mengetahui bahwa sesi drop-in menjadi populer sehingga para penyelenggara di Sonoma County menambahkannya sebagai metode campuran. “Kemudian kami melangkah mundur dan berkata, ‘Baiklah, jika kami memiliki kesempatan untuk melakukan studi kasus tentang tanggapan terbaik, apa yang mungkin kita pikirkan bersama untuk ditanggapi oleh komunitas kita?’. Sehingga kami pun menambahkan yoga,” kata Mason. Para korban selamat berkumpul untuk sesi trauma, informasi gratis, dan fokus pada relaksasi. Mereka “mengundang” bukan “mengarahkan”—yang berarti, para peserta lebih mengendalikan pengalaman mereka dan hampir 60 instruktur yang terlatih secara khusus diberi kompensasi untuk waktu mereka.

Untuk saat ini, Sonoma sedang menyusun strategi yang sukses melalui anekdot untuk mengobati trauma paska bencana. Dan itu menciptakan peluang yang akhirnya mengukur metode apa yang berhasil. “Jika kita ingin membuat perbedaan dan menyebarluaskan apa yang telah kita pelajari dan perangkat yang kita buat sehingga masyarakat tidak harus tergantung untuk menemukan kembali kendalinya,” kata Heinz, “kita perlu meletakkan beberapa ilmu di balik apa yang kita lakukan.”

Persoalan mempelajari dampak kesehatan mental dari bencana adalah bencana bergerak lebih cepat daripada sains. Dalam tradisi riset, Anda harus mendapatkan dana, bertarung antarpeneliti, dan memenangkan persetujuan dari universitas Anda. Hal ini bisa memakan waktu setengah tahun. Tetapi, kasus Sonoma berbeda. Pendanaan telah mengalir dari donor dan para ahli telah menawarkan untuk melatih para terapis.

Namun bukan berarti ini murni kampanye akar rumput—Universitas Stanford pun ikut membantu. “Apa yang kami sadari adalah jenis pekerjaan dan evaluasi yang perlu mereka lakukan. Kami benar-benar membutuhkan beberapa infrastruktur,” kata Shannon Wiltsey Stirman, seorang psikolog dan peneliti di Stanford. Semisalnya, jika para peneliti ini menyimpan informasi kesehatan yang sensitif.

Namun bagaimana Anda dapat menentukan efektivitas terapi paskabencana? Sebagian caranya dengan membuat terapis memecah hal-hal menjadi beberapa komponen. “Jadi misalnya,” kata Stirman, “apakah mereka telah berupaya membantu orang meningkatkan dukungan sosial mereka? Apakah mereka telah membantunya bekerja dengan menggunakan keterampilan tertentu yang terbaca? Sudahkah mereka mengolahnya dengan memproses atau menulis tentang trauma itu?”

Di satu sisi, perawatan mental tidak berbeda dengan perawatan fisik; yang berarti, para peneliti dapat mengambil data keras darinya. Jadi misalnya, pasien mengambil survei untuk melaporkan sendiri bagaimana mereka mengatasi masalahnya. “Itu sama seperti mengambil tekanan darah mereka,” kata Stirman. Dengan cara ini, para peneliti dapat melihat hal-hal seperti gejala depresi dan kualitas tidur dari waktu ke waktu secara sistematis.

Menentukan efektivitas MySonomaStrong.com sedikit lebih mudah karena Anda dapat melacak penggunaan situs. Sama dengan aplikasi, mengukur yoga dapat dilakukan dengan cara yang sama—melacak frekuensi penggunaan. Dengan data, para peneliti dapat membangun gambaran yang lebih baik tentang strategi apa yang berhasil paskabencana.

Tak berarti, setiap komunitas akan menanggapi hal-hal ini dengan cara yang sama. Anda tidak bisa mencari tahu apa yang berhasil di Sonoma untuk kemudian menerapkannya di tempat lain dengan cara menghafalnya—tidak setiap tempat terbuka untuk melakukan yoga seperti California. Anda harus mempertimbangkan kebutuhan dan sikap orang-orang yang terpengaruh. Tetapi penelitian baru ini membantu menentukan apa yang mungkin menjadi taruhan terbaik bagi komunitas.

“Saya melihat saat ini jelas-jelas menakutkan,” kata Heinz. “Tetapi ini juga merupakan jendela peluang untuk meningkatkan apa yang kami lakukan sehingga kami memiliki prosedur operasi standar bilamana ada ungkapan ‘Hai, masyarakat ini telah dilanda kebakaran hebat. Kami tahu dari ilmu pengetahuan bahwa ini, ini, dan ini bisa efektif’.”

Sama seperti setiap komunitas yang berbeda; demikian pula dengan jenis bencananya. Apa yang mungkin dilakukan untuk kesehatan mental setelah kebakaran hutan mungkin tidak begitu efektif setelah badai; dimana orang mungkin dapat kembali ke rumah yang rusak namun dapat diselamatkan.

Bagaimanapun, perhitungan iklim ada di sini dan kemanusiaan adalah jalan; yang jauh di belakang dalam mempertimbangkan implikasi kesehatan mental dari apa yang kita hadapi. “Sejujurnya saya berpikir bahwa NIH (pusat riset medis di bawah Department of Health & Human Services, Amerika Serikat-red) harus memiliki lembaga pemulihan bencana,” kata Heinz. “Ada satu unit untuk alkoholisme, ada satu untuk penyalahgunaan narkoba, ada untuk penuaan, dan jantung dan paru-paru. Kita perlu memiliki mekanisme yang dilembagakan demi mempelajari dan mendukung masyarakat. Dengan peningkatan frekuensi yang diantisipasi dari peristiwa ini, Anda membutuhkan sistem perawatan.”

Sharon Bard menjadi tidak baik dalam beberapa bulan setelah kebakaran. “Aku akan histeris karena sesuatu yang sangat kecil,” kata Bard. “Saya selalu kelebihan beban dan saya tidak bisa memproses informasi baru. Saya lelah, saya merasa rapuh, saya gemetar,” jelasnya.

Bard menjalani terapi dan sekarang setelah dia lebih tenang, kondisinya membaik. Dia baru saja pindah ke hunian sewa baru yang tidak jauh dari tempat saya bertemu dia untuk minum teh. Dia bisa melakukan banyak tugas lagi. Dalam waktu singkat, dia bisa berbelanja, mengumpulkan meja Ikea, dan berkebun. “Itu cukup bagus untuk saya dalam sehari,” katanya.

Tetapi, kebakaran akan selalu ada di sana. Bahkan sesuatu yang sederhana seperti meja dapur bisa menjadi suatu pengingat (dari tragedi-red)—meja dapur di tempat barunya lebih tinggi daripada di rumahnya yang hilang. “Setiap kali saya mendekatinya, itu bisa menjadi pemicu,” katanya.

Sekarang, Bard harus memutuskan apakah akan membangun kembali; untuk menambah lebih banyak lagi pemicu ingatannya. Membangunnya akan melalui jalan birokrasi yang menyebalkan dengan izin,  asuransi, dan kontraktor. “Semacam itu bisa memicu kepanikan,” katanya, “dan juga, apa yang saya lakukan? Apa yang saya lakukan?”

Bard adalah korban kebakaran paling merusak dalam sejarah California, tetapi juga korban perubahan iklim. Tak lama kemudian, kita semua akan melalui dengan cara kita sendiri; entah itu gelombang panas, kenaikan permukaan laut, es yang mencair, ataupun monster badai. Namun, mungkin apa yang dipelajari Sonoma dari percobaan ini dapat memberikan perangkat kepada otak kita untuk bangkit.

 

Wired.com/8 Oktober 2018

[Penerjemah: Taufik Nurhidayat. Selalu sehat layaknya kitten kusam di rimba kota.]

 

 


Selamat Hari Sehat Mental Sedunia yang Ke-27 Tahun 2019!

Berita narasi ini diambil dari Wired.com sebagai upaya solidaritas literer terhadap para pegiat kesehatan jiwa dan penyintas mental illness.

Setiap tanggal 10 Oktober akan selalu diperingati sebagai Hari Sehat Mental Sedunia. Upaya kru redaksi komunitas kami dengan cara menerjemahkan artikel berita narasi tersebut adalah sebentuk solidaritas literer  karena persoalan kesehatan mental benar-benar nyata adanya namun sebagian besar masyarakat kita masih abai bahkan cenderung salah tanggap terhadapnya.

Semua manusia mempunyai persoalan mentalnya masing-masing. Mari membaca, mari bersaudara!